Palu yang Pilu, Tidak Kau Cari ja'?

Monday, October 8, 20180 komentar

Palu yang Pilu, Tidak Kau Cari ja'?
Keluarga saya, yang menjadi korban gempa Palu saat tiba di Palopo, istirahat kemudian lanjut ke Makassar, Sabtu sore (6/10/2018).
SENJA MENGGELEGAR. Bumi Tadulakko, Palu dan sekitarnya terguncang dahsyat. Seketika terjadi kepanikan luar biasa. Semua bingung tak tau hendak lari kemana. 

Suara teriakan histeris bersahut-sahutan. Seketika jalanan dipenuhi manusia. Semua orang berupaya menyelamatkan diri dan keluarga masing-masing.

Sementara gedung dan bangunan runtuh. Aspal-aspal jalan terbelah. Bahkan, dari matanya melihat langsung bangunan dan pepohonan seperti tengah berjalan. Berpindah tempat.

Demikian kesaksian Tika, warga Palu, yang saat itu ikut membawa lari tiga anak dan dua gadis anggotanya.

Saat gempa berkekuatan 7,4 SR mengguncang, ruko tempat tinggalnya ikut goyang. Pintu yang ditutup karena hendak shalat magrib, saat itu sulit terbuka, karena bangunan mulai miring.

Beruntung, dengan kekuatan penuh, Tika berhasil membuka pintu, dan melarikan diri keluar gedung bersama anak-anaknya. Rukonya pun tak roboh seperti bangunan yang ada di sekitarnya.

Senja itu, jaringan telekomunikasi langsung tak berguna. Listrik padam. Semua orang kebingungan mencari keluarganya. 

Gempa yang disusul terjangan gelombang tsunami di Kota Palu dan Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), membuat membuat semua orang, khususnya yang punya keluarga di Palu dan Donggala, panik dan berupaya menghubungi via telpon. 

Namun apa daya, sejak gempa dahsyat itu, Jumat 28 September 2018, pukul 18.02 wita, jaringan telpon rusak. Warga yang ada di Palu dan Donggala tak bisa dihubungi.

Saya kebetulan punya saudara satu-satunya tinggal di Palu. Saat gempa terjadi, saya kebetulan dalam perjalanan dari Pinrang ke Palopo. Saat peristiwa itu, saya berada di Toraja. 

Meski goncangan gempa itu dirasakan hingga Sulsel, saya tak merasakan goyangannya. Hanya goyangan aspal bergelombang yang terasa.

Setelah peristiwa dahsyat itu, tiba-tiba dunia media sosial ramai diperbincangkan. Karena jaringan telepon dalam perjalanan kurang jreng, saya baru tau kalau ada tsunami setelah gempa. Itu saat kami singgah minum kopi, dan melihat di televisi.

Saya kemudian berupaya menghubungi kakak di Palu. Tapi tak bisa. Saya hanya tetap menenangkan diri dan berupaya berfikir positif. Firasat saya tak terjadi apa-apa dengan dia.

Sehari setelah gempa, Sabtu malam, HP saya berdering. Ternyata kabar dari Palu. "Tidak kau cari ja'? Haha. Begitu pertanyaan pertama suara di balik telepon genggam itu, yang disertai dengan canda tawa.

Ia kemudian menceritakan ihwal peristiwa yang menewaskan ribuan orang itu. Ceritanya, saat kejadian, ia tertidur karena kecapean. Ia terbangun saat mendengar teriakan histeris kepanikan. 

"Usai gempa, saya bangun, pakaian baik-baik, lalu keluar. Andaikan tempat saya runtuh, mungkin saya sudah mati," katanya.

Tak banyak diceritakan, sambungan telepon terputus. Jaringan belum normal. (raufo.blogspot.com)

Share this article :

Post a Comment

 
Support : TEKAPE.co | Arsip
Copyright © 2015. Catatan Abd Rauf - All Rights Reserved
Desain by Berita Morowali Powered by Abd Rauf