Menjadi aktivis di era Orde Baru, membuatnya harus punya banyak trik menghilang saat jadi incaran penguasa.
Pengalamannya juga mengajarkan jika ingin direkeng dan memudahkan mencapai tujuan perjuangan, maka seorang aktivis harus kaya tanpa mengesampingkan nilai-nilai idealisme. Hingga ia berpesan, jika kamu dihadapkan dua pilihan, politik atau uang, maka pilihlah uang, karena uang akan memudahkan mu menggapai puncak karir politik.
Hujan Jumat malam lalu, membawa cerita ke masa lampau. Bersama aktivis HMI 70-an, Ardhani Mas Malinta, bercerita banyak pengalamannya melanglangbuana di dunia aktivis.
Cakdhan, begitu ia akrab disapa, mengaku, menjadi aktivis kala itu, dituntut punya banyak trik menghilang saat dikejar-kejar karena mengeritik pemerintah.
Agar tak tertangkap, ia banyak belajar trik menghilang. Menurutnya, tak ada 'baca-baca' menghilang, yang ada hanya trik.
"Saat dikejar, jangan pergi ke tempat yang orang berpikir kita akan kesana." Begitu pesan beliau.
Ia menceritakan, kala dicari, dirinya sering sembunyi di pekuburan China. Karena menurutnya, orang tidak akan berpikir berani sembunyi disana.
"Saya sering sembunyi di Pekuburan China. Karena disana tidur seperti di rumah. Hanya bermodal obat nyamuk."
Tidak takut? "Kita tidak takut mi hantu. Ketakutan pada hantu mengalahkan rasa takut ditangkap," katanya.
Selain itu, dirinya juga biasa sembunyi di rumah tokoh yang biasa tidak disangka orang dirinya akan tinggal disana. Juga pernah di perkampungan di pinggiran kota.
Alhasil, ia mengaku tak pernah tertangkap. Soal kritikan ke pemerintah, Cakdhan mengaku tak pernah mengeritik langsung Soeharto, hanya persoalan kemiskinan dan pemerataan pembangunan yang menjadi fokusnya.
***
10 tahun di Jakarta menjadi aktivis, Cakdhan punya banyak pelajaran berharga dalam meniti jalan aktivis.
Sang guru bangsa itu, begitu ia dijuluki, berpesan jika punya peluang mendapatkan uang, makan dahulukan dibanding yang lain. Sebab dengan begitu, akan memudahkan menggapai mimpi dan tujuan perjuangan mu.
Saat ditanya soal peluang bisnis saat aktif di Jakarta, ia mengaku tak terjun di dunia bisnis kala itu, karena dirinya butuh waktu lama beradaptasi untuk bergelut di dunia bisnis.
"Orang tua, sejak saya kecil, diajari hanya untuk sekolah saja. Saat saya ke pasar berdagang, saya dilarang. Padahal bakat berdagang saya mulai muncul. Makanya, untuk terjun ke dunia bisnis, saya butuh 2-3 tahun belajar. Hingga akhirnya saya putuskan pulang kampung," kenangnya.
Bergaul dengan tokoh sekelas Akbar Tanjung dan Nurdin Halid saat di Jakarta, Cakdhan punya peluang besar untuk berbisnis dan mendapatkan uang. Namun karena desakan orang tua, hingga akhirnya ia memutuskan untuk pulang kampung, ke Kota Palopo. (*)
Post a Comment