Bersama pemerhati janda, Haeril Al Fajri (kanan) dan Kanda Edy Maiseng (kiri). (foto by: sang penikmat janda, Iccank) |
Tak sengaja saya ketemu di car free day, di coffee happy. Saya dapat ajakan dari Kanda Edy Maiseng untuk makan 'sokko atau songkolo' di Lorong Janda. Karena kebetulan lapar, ajakan di hujan gerimis itu langsung diterima.
Setelah menyusuri jalan selama sekitar 10 menit, kami sampai ke Lorong Janda. Lorong ini memang cenderung terkenal di Palopo. Saya sempat penasaran dengan asal muasal nama itu. Namun tak ada yang tahu kenapa namanya Lorong Janda.
Kalau dibilang banyak janda, menurut warga setempat, tidak juga. Penjual kue janda juga nyaris tidak ada. Namun yang jelas namanya sudah terlanjur bernama Lorong Janda.
Dari lorong Janda, mengalir inspirasi membuat wisata Bukit Janda. Kebetulan ada lahan milik Edy Maiseng di atas bukit. Cukup luas. Tinggal dipoles sudah bisa jadi Wisata Alam Bukit Janda.
Oh iya, karena saya bicara janda, maka saya mau perkenalkan teman yang satu ini. Namanya Haeril Al Fajri. Ia belakangan ini menjadi pemerhati janda. Bahasa kerennya 'jomblo.'
Ia banyak konsep tentang pemberdayaan jomblo. Ia beri nama 'Jomblo Happy.' Ia mengaku prihatin terhadap kondisi para single parent. Apalagi kalau masih muda. HAHA
Saya hanya bisa doakan agar konsep pemberdayaannya bisa segera direalisasikan dan bisa membantu para jomblo. Sehingga tidak ada lagi kesulitan dari persoalan ekonomi akibat ditinggal suami, agar terhindar dari jual diri karena himpitan ekonomi.
Dan bagi gadis jomblo, semoga status jomblo tak jadi beban. Tetap happy. (***)
Palopo, Minggu 23 April 2017
Post a Comment