Sambungan, Kini Sebatang Kara

Monday, December 12, 20160 komentar

sambungan-

Dari jauh, senyumnya sudah mekar. Giginya sudah banyak yang cerai dengan sang gusi. Saat senyum, gusinya tampak jelas. Merah kehitam-hitaman.


Penampilannya tak necis, bahkan lusuh. Namun dari kaidah berpakaian, ia sebenarnya rapih. Kaki bajunya selalu ngadem dalam celana. Tas kecil dislempang tak pernah lepas. Hanya saja, kelusuhan membuatnya tampak tak necis.

Namanya Sambungan Bakuru. Usianya sudah lebih dari 70 tahun. Ia mengaku pernah kuliah di UKI Paulus Makassar dan mendapat gelar Sarjana Muda Hukum. Ia menulis namanya Sambungan Bakuru, Sm.Hk.

Di kalangan pejabat dan PNS dalam lingkup Pemkot Palopo, Sambungan dikenal sebagai wartawan. Ia mengaku pernah di koran Pedoman Rakyat. Lalu ia berpindah-pindah media. Namun di balik itu semua, jarang orang mengetahui, kalau ia pernah menjabat kepala desa (Kades) di wilayah Bastem, Kabupaten Luwu.

Bukan hanya itu, dari cerita Sambungan sendiri, ternyata ia pernah mendirikan SMP di Bastem. SMP pertama yang ada di Bastem. Dari sekolah yang dirikannya itu, ia menjabat kepala sekolah.

Beberapa waktu lalu, di ruang Humas Pemkot Palopo, Sambungan sempat bercerita panjang lebar tentang perjuangannya mendirikan sekolah di Bastem.

 Entah benar atau tidak, ia menceritakan perjuangannya mendirikan SMP. Ia mengaku, berangkat dari keprihatinan terhadap kampung halamannya, Bastem. Sebab saat itu belum ada SMP di sana.

Dari niatnya berbuat untuk tanah tumpah darahnya, ia mengaku ke Jakarta langsung ketemu menteri pendidikan di zaman orde baru, di detik-detik tumbangnya Soeharto, tahun 1998.

Dengan semangat ia menceritakan, tanpa uang yang ia miliki, dirinya sampai ke Jakarta. Ia menceritakan secara detil dia sampai ke Jogja lalu ke Jakarta. Ia mengaku, berbekal banyak kenal dengan orang, utamanya saat itu dengan militer, ia bisa naik kapal tanpa membayar.

Ia menceritakan jika ia ketemu langsung dengan menteri pendidikan saat itu. "Saat saya ketemu, saya berfikir, saya orang yang paling jelek sedunia, tapi bisa sampai ketemu menteri. Saat itu, menteri langsung merespon perjuangan saya. Ada nota yang ditandatangani langsung oleh menteri, yang foto copy-nya saya masih simpan sampai sekarang," cerita Sambungan.

Lembaran yang berisi tanda tangan itu, aslinya diserahkan ke Pemprov Sulsel, dan foto copy-nya ia mengaku masih menyimpan di kamarnya hingga kini.

Ia mengaku punya prinsip yang dipegang, "jika kita berniat baik, dan berbuat untuk orang banyak, maka kita pasti akan ditolong Tuhan."

Di balik cerita perjuangan dan baktinya terhadap daerahnya, namun Sambungan kini hidupnya memprihatinkan. Saya sebut prihatin, karena di usianya yang sudah senja, sudah menginjak angka 70 lebih, ia harus hidup sebatang kara.

Ia tanpa didampingi siapapun. Tanpa istri, tanpa anak. Ia tinggal di kamar lusuh, di sudut Kantor Walikota Palopo, eks RSUD Sawerigading, Jl Samiun. Tak jelas dengan cara apa ia mendapatkan makanan.

Meski ia dikelilingi pejabat, namun tak jarang ia tampak loyo dan mengaku lapar. Ia mengaku malu jika meminta kepada orang yang tidak merasa akrab.

Ia mengaku cuma makan rata-rata sekali sehari atau dua kali. Kopi menurutnya cukup bisa mengganjal perut.

Sambungan mengaku, jika dia punya anak, namanya Adam dan Hawa. Makanya, dia mengaku dialah ayah dari Adam dan Hawa. Namun ia mengaku, anak pertamanya sudah meninggal. Tinggal anak keduanya, yang kini sudah jadi guru di Luwu. Hubungan antara istrinya, entah bagaimana. Yang jelas, ia kini hidup sendiri tanpa terurus. (***)
Sambungan, Kini Sebatang Kara
Sambungan saat asyik menceritakan pengalaman hidupnya, di Humas Pemkot Palopo. 

Share this article :

Post a Comment

 
Support : TEKAPE.co | Arsip
Copyright © 2015. Catatan Abd Rauf - All Rights Reserved
Desain by Berita Morowali Powered by Abd Rauf