Pelapor Desain Batik Khas Tana Luwu
Perjuangan pemuda saat ini, tidak seperti era 1928 silam. Momen sumpah Pemuda 28 Oktober saat ini, idealnya dimaknai dengan karya. Tidak butuh perang melawan senjata tajam seperti masa-masa sebelum merdeka. Melainkan pemuda berjuang dengan kreatifitas dan pikirannya.
Salah seorang pemuda asal Tana Luwu, yang berjuang melalui kreatifitasnya, adalah Musly Anwar. Alumni Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar ini telah banyak berkarya. Diantaranya membuat desain batik khas Tana Luwu, melukis tokoh-tokoh legenda, dan pahlawan nasional yang berasal dari Tana Luwu ini.
Selain itu, ia juga intens memperkenalkan budaya Tana Luwu. Baik melalui brand kaos miliknya, ataupun melalui lukisan-lukisannya.
Ully, sapaan akrab Musly Anwar, mengaku mulai tertarik dunia seni sejak dari kecil. Makanya, selepas lulus di bangku SMA, dia melanjutkan pendidikan ke Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) Unhas Makassar.
Saat ini, Ully banyak berkarya lewat seni melukis. Salah satu lukisannya yang cukup dibanggakan adalah lukisan pahlawan nasional Opu Dg Risadju. Pemerintah Tana Luwu (Kota Palopo, Kabupaten Luwu, Luwu Utara, dan Luwu Timur, mempercayainya untuk membuat lukisan Opu Dg Risadju, yang saat ini dipajang di Museum Pahlawan Nasional.
"Karya saya yang sangat berkesan adalah lukisan seorang perempuan, yang baru sekitar tahun 2006-2007, dinobatkan sebagai pahlawan nasional wanita dari Tana Luwu. Yakni Opu Dg Risadju. Lukisan itu sekarang berada di Museum Pahlawan Nasional di Jakarta," ujarnya.
Untuk membuat lukisan sang pahlawan wanita dari Tana Luwu tersebut tidaklah muda. Pasalnya, Opu Dg Risadju hanya punya foto saat berusia tua. Padahal, pihak museum meminta lukisan wajah saat masih usia muda.
"Dengan modal foto tua itu, saya bisa melukis pahlawan nasional itu. Sebab waktu itu museum pahlawan meminta foto sewaktu masih muda," tandasnya.
Untuk mendapatkan sketsa wajah saat masih muda, Musly kemudian meminta izin pada keluarga pahlawan itu sambil meminta diceritakan gambaran wajah semasa mudanya. Dia kemudian melukisnya sesuai dengan gambaran dari keluarga pahlawan dan foto sewaktu tuanya. Akhirnya, lukisan tersebut selesai dan dipajang di museum.
Musly pun bermimpi kalau suatu saat, dengan foto lukisan pahlawan wanita itu, bisa ada di mata uang kertas Indonesia.
"Pahlawan wanita yang pernah ada di mata uang kertas kita, diantaranya RA Kartini (Jawa), Cut Nyak Dien (Aceh). Pahlawan wanita itu semuanya berasal dari wilayah barat, belum ada pahlawan wanita dari wilayah timur Indonesia. Untuk itu, saya berharap lukisan Opu Dg Risadju ini bisa dipasang di mata uang kita," harapnya.
Saat ini, Ully tengah mencoba mencoba membumikan ciri khasnya dalam melukis, yaitu lukisan yang bermotif bambu. Sebuah inspirasi yang terlahir dalam mitologi sureg I Lagaligo (kitab yang terpanjang di dunia, melebihi kitab Mahabrata Ramayana dari India serta syair-syair Omerus dari Yunani), yang menceritakan tentang dewa-dewa yang turun dari khayangan dengan mengunakan bambu.
"Dalam kitab itu menceritakan tokoh Sawerigading, yang artinya manusia yang terlahir dari rumpun bambu. Untuk itu, saya mencoba ciri khas lukisan bermotif bambu," ujarya.
Untuk mengembangkan kegiatan berkesenian di Tana Luwu ini, dia mendirikan sebuah lembaga kesenian (LPS Lagaligo), lembaga yang menghimpun seniman Tana Luwu dengan berbagai kegiatan, teater, seni lukis, dan penelitian budaya Tana Luwu.
Atas kegiatan kesenimanannya, pada tahun 2008, dia terpilih sebagai pemuda pelopor bidang seni dan budaya mewakili Provinsi Sulawesi Selatan.
Musly sudah pernah memamerkan lukisannya di Soroako, Malili, Masamba, Palopo, Belopa, Manado, dan Jogyakarta.
Kemudian soal desain batik. Musly mengaku, ketertarikannya di bidang seni desain batik, bermula dari kegiatan penelitian budaya pada beberapa anak suku di Kedatuan (Kerajaan) Luwu. Dari penelitian tersebut, dirinya banyak menemukan motif khas, yang tak kalah menariknya dibanding daerah lain.
Banyak motif lukisan yang ditemukan pada benda-benda sejarah. Seperti pakai adat, gagang senjata, alat musik, dan juga pada rumah adat yang ada. Kini, pelukis itu telah sekitar tujuh tahun menekuni seni membatik.
"Saya banyak menemukan ragam hias. Diantaranya pada pakaian adat, gagang senjata tajam, dan alat musik tradisional. Kemudian saya terpikir membuat desain batik untuk Pemda yang ada di wilayah Tana Luwu. Dengan memasukkan unsur-unsur khas dari ragam hias itu, saya mencoba meramu untuk motif batik, sesuai daerah yang ada di Tana Luwu," ujarnya.
Ketertarikannya pada seni membatik itu, tertolong oleh kesediaan Pemkab Luwu Timur dan PT Inco (sekarang PT Vale). Pria yang berpenampilan gondrong ini mendapat bantuan dari PT Vale Indonesia melalui bantuan dana community development (comdev).
"Atas dorongan itu, saya kemudian mendapat kesempatan ke Lawean, Solo untuk belajar membatik. Dari bekal itu, saya kemudian menciptakan motif batik khas Tana Luwu. Dari empat daerah otonom, motifnya disesuaikan dengan anak suku yang ada di daerah itu," jelasnya.
Namun perjalanannya untuk memperkenalkan motif batik di wilayah Tana Luwu tidak begitu mulus. Salah satu kabupaten yang ada di wilayah Tana Luwu, tidak begitu respon.
"Batik dengan motif khas Tana Luwu telah dipakai PNS Pemkab dan Pemkot se Tana Luwu. Kecuali Pemkab Luwu Utara. Saya pernah menawarkan ke Pak Bupati, yang saat itu dijabat Arifin Junaidi, tapi belum mendapat respon positif dari beliau. Tapi untuk Luwu Timur, Kota Palopo, dan Kabupatenm Luwu, semuanya sudah memakai batik dengan motif khas Tana Luwu, yang saya desain," jelasnya. (up)
Post a Comment