Jalan Kaki Menyusuri Kepala dan Ekor Naga, Ikon yang Menyatu dengan Jiwa Kota Baubau

Friday, October 24, 20250 komentar



BAUBAU
punya banyak cerita, tapi tak ada yang lebih ikonik dari patung naga yang berdiri gagah di dua penjuru kota, kepala naga di Pantai Kamali, dan ekor naga di depan Kantor Wali Kota Baubau.

Dua patung ini tak berdiri berdampingan. Jaraknya sekitar lima kilometer. Pagi itu, saya memutuskan untuk berjalan kaki dari kepala ke ekor naga, menapaki rute simbolis seolah sedang menyusuri tubuh sang penjaga kota.

Mulai Dari Kepala Naga di Pantai Kamali

Langit Baubau masih lembut ketika saya memulai jalan pagi di Pantai Kamali, titik di mana kepala naga menatap laut lepas. Kebetulan saya nginap di penginapan tak jauh dari pantai.

Patung kepala naga ini tampak gagah, matanya menyala, lidahnya menjulur, seolah menjaga kota dari badai dan bahaya yang datang.

Dari sinilah perjalanan menanjak dimulai. Saya melewati pelabuhan rakyat, pasar tradisional, dan pemukiman warga. Setiap langkah membawa saya lebih dekat ke sisi lain Baubau, kota yang damai, hangat, dan sederhana, tapi menyimpan energi yang menenangkan.

Menanjak Menuju Ekor Naga

Jalanan menuju patung ekor naga mulai terasa menanjak. Nafas terengah, tapi ada semacam dorongan untuk terus melangkah. 

Di sisi kiri jalan, rumah-rumah penduduk berdiri berjejer, sebagian menjual minuman dingin atau pisang goreng, teman yang sempurna untuk pejalan kaki seperti saya.

Setelah lebih satu jam berjalan, tibalah saya di puncak tempat patung ekor naga berdiri. Dari sini, pemandangan kota dan laut Baubau terbentang indah. Angin terasa berbeda, lebih ringan, lebih lapang. Rasa lelah seketika hilang, tergantikan rasa puas.

Dari atas sini, saya bisa melihat garis pantai tempat kepala naga berdiri. Seolah tubuh naga raksasa itu benar-benar menghubungkan laut dan daratan, menjaga kota dengan keheningan yang agung.

Tubuh Naga dan Legenda yang Tak Pernah Padam

Kini, pemerintah kota Baubau telah membangun patung badan naga di kawasan Simpang Lima, tidak jauh dari lokasi patung ekor. 

Dengan begitu, kepala, badan, dan ekor naga kini seperti tersambung kembali, membentuk sosok naga utuh yang membentang melintasi kota.

Konon, simbol naga ini terinspirasi dari sejarah mitra dagang Buton dengan Tiongkok pada masa silam. Namun bagi warga, naga bukan sekadar lambang hubungan dagang, ia mengandung banyak simbol dan menyimpan banyak legenda.

Mungkin karena itu, naga menjadi simbol paling tepat untuk Baubau: kota yang tumbuh dari laut, berdiri di tanah yang subur, dan menjunjung langit sejarahnya.

Nenas dan Naga, Dua Wajah Satu Jiwa Buton

Selain naga, Baubau juga punya ikon lain: buah nenas. Ikon nenas banyak ditemukan di kantor-kantor dan tempat umum. Warga setempat bercerita, Pulau Buton memang terkenal sebagai penghasil nenas yang manis.

Konon, nenas dipilih sebagai simbol karena menggambarkan karakter orang Buton: tampak keras di luar, tapi lembut dan manis di dalam. Seperti nenas, berduri tapi menyegarkan.

Dua ikon ini, naga dan nenas, mewakili dua sisi jiwa Baubau: kekuatan dan kehangatan. Satu menjaga, satu menghidupkan.

Menelusuri Baubau dengan berjalan kaki dari kepala naga ke ekornya bukan sekadar olahraga pagi. Itu adalah cara sederhana untuk merasakan napas kota, langkah demi langkah, dari laut ke bukit, dari riuh ke tenang.

Di setiap tikungan, saya disapa oleh senyum warga, aroma pasar, dan semilir angin laut yang mengingatkan: inilah kota yang hidup dengan damai dan menjaga sejarahnya dalam diam.

Dan di puncak, saat memandang laut dari patung ekor naga, saya sadar satu hal: Baubau bukan hanya kota dengan ikon naga. Ia adalah kota yang setia pada akarnya, kuat dalam diam, dan manis seperti nenas yang tumbuh di tanahnya sendiri.



* Ditulis setelah berjalan kaki lima kilometer dari kepala naga di Pantai Kamali menuju ekornya di perbukitan kota Baubau. Sebuah perjalanan kecil yang meninggalkan kesan besar.


BACA Cerita Sebelumnya:

Gua Arung Palakka, Menapak Jejak Sang Penakluk di Tanah Buton

Share this article :

Post a Comment

 
Support : TEKAPE.co | Arsip
Copyright © 2015. Catatan Abd Rauf - All Rights Reserved
Desain by Berita Morowali Powered by Abd Rauf