Menyadari Nikmatnya Mudik

Friday, July 8, 20160 komentar

Menyadari Nikmatnya Mudik
Aliran sungai di kampung Tokyo. 

Setiap libur Hari Raya Idul Fitri, hampir semua orang ingin mudik, namun tak semua orang bisa dan punya kesempatan mudik. Ada karena terhalang tugas, dan yang lebih ngenes, karena tidak punya kampung untuk mudik. Haha...


Mudik pasti menyisakan cerita tersendiri bagi setiap orang. Kali ini, saya ingin berbagi cerita tentang mudik di kampung halaman sang istri.

Tadinya saya rencana akan mudik ke kampung saya, di Kecamatan Bungaya, Kabupaten Gowa. Namun karena suatu hal, akhirnya kami hanya mudik ke kampung nyonya, di kampung bernama Toko, Desa Marinding, Kecamatan Bajo Barat, Kabupaten Luwu. Kampung Toko biasa juga dipelesetkan dengan nama Tokyo, mirip ibukota Jepang, supaya seolah-olah keren. Haha...

Mudik saya pun selepas salat idul Fitri, di Islamic Centre, Kota Palopo, berjarak sekitar 70 km dari kampung sang nyonya. Ditempuh sekitar 1,5 jam dengan mengendarai sepeda motor butut ku.

Jalanannya menantang. Ada sekitar 1 km melewati kebun. Sekitar 5 km jalan bebatuan. Diselingi aspal. Namun lelahnya perjalanan terbayar setelah sampai di kampung.

Selain karena bertemu dengan keluarga, juga karena suasana yang damai, tenang, dan udara bersih. Iyah... jauh dari kebisingan lalu lalang kendaraan dan musik Cafetaria yang menghentak. Yang ada hanya musik dangdut dan suara gesekan kayu yang ditiup angin serta suara aliran sungai yang damai. Suara jangkrik dan burung bersahutan, membuat suasana makin adem.

Kampung Toko punya sungai yang mengalir jernih. Suasana kebun petani yang hijau. Angin sepoi-sepoi yang membelai rambut gadis-gadis desa.

Saya meluangkan waktu ke kebun, melihat cengkeh, merica, sapi, dan ayam kampung peliharaan. Ada kenikmatan tersendiri. Itulah mungkin orang-orang rela berdesak-desakan, habiskan uang banyak, bahkan menantang mau, hanya pulang kampung saat libur panjang. Karena ada nikmat yang tak dapat diraih di kota.

Sebenarnya saya tidak pernah menyadari kenikmatan seperti ini. Mungkin karena saya besar di kampung dan sering pulang. Tapi kali ini, saya memang jarang pulang, entah itu ke kampung sang nyonya atau ke kampung sendiri.

Makanya, kalau mau berkesan mudiknya, jangan keseringan pulang kampung. Dan yang paling penting, kalau ingin merasakan nikmatnya mudik, keluarlah dari kampung atau merantaulah jauh dari kampung halaman. Haha.

Apakah Anda sering heran mengapa orang-orang rela berdesak-desakan, sampai membahayakan diri sendiri hanya berjuang untuk mudik. Itu dia jawabannya.

Kenikmatan mudik seperti ini sebenarnya belum lengkap karena belum sempat ke kampung halaman orang tua. Hiks hiks... (***)

Ditulis saat duduk manis di atas batu di pinggir sungai, Tokyo, 7 Juli 2016


Share this article :

Post a Comment

 
Support : TEKAPE.co | Arsip
Copyright © 2015. Catatan Abd Rauf - All Rights Reserved
Desain by Berita Morowali Powered by Abd Rauf