Ilustrasi/net- |
Dalam beberapa kesempatan, di bincang-bincang ringan para wartawan, sering saya mendengar kalimat yang mengisyaratkan adanya I'tikad yang kurang baik setiap memberitakan sesuatu yang sifatnya menyorot. Padahal, dalam berita sorot, wartawan atau media sejatinya berniat bukan untuk menyerang atau menjatuhkan seseorang, tapi menyorot perbuatannya.
Ungkapan yang mengisyaratkan adanya niat kurang baik diantaranya kalimat seperti ini. "Kita habis dia. Siapa suruh berbuat begitu."
Padahal, kalau ada niat baik, tentu akan beda kalimatnya. Minimal mereka bilang, "kita beritakan, karena ini menyangkut orang banyak. Semoga bisa menjadi pelajaran bagi kita semua."
* * * * *
Dalam Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) atau Kode Etik Jurnalistik (KEJ), salah satu poinnya disebutkan adalah wartawan harus punya I'tikad atau niat yang baik dalam memberitakan sesuatu.
I'tikad baik dimaksudkan adalah, pemberitaan semata-mata dibuat untuk kepentingan publik. Bukan atas dasar kepentingan pribadi, atau ada tendensi, atau untuk menjatuhkan seseorang dengan memanfaatkan celah kesalahan yang mereka lakukan.
I'tikad baik adalah berita yang dibuat bukan bermaksud untuk menjatuhkan, menyerang, atau menghabisi seseorang. Tapi berita dibuat dengan niat untuk kepentingan publik dan berguna bagi masyarakat.
Hanya untuk mengontrol dan mengingatkan kalau yang dilakukan pejabat bersangkutan adalah keliru dan perlu diperbaiki. Jadi asasnya adalah, semua harus atas kepentingan publik dan punya sisi manfaat.
Sebab pers adalah ruang publik. Wartawan menjadi pilar keempat, dalam kehidupan berdemokrasi. Meski tidak tertulis dalam konstitusi, namun pers telah diakui menjadi pilar ke-4 negara, setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Tulisan ini saya maksudkan bukan untuk menggurui, tapi hanya semata berbagi dan mengingatkan. Sebab saling mengingatkan, adalah ajaran agama.
Tujuan adanya pers bagi saya adalah mulia. Ia menjadi pengingat, pengawas, dan pengontrol dalam bernegara. Makanya perlu adanya niat baik bagi wartawan untuk melakukan tugas-tugas mulia tersebut.
Jurnalis, menurut pendapat yang lebih ekstrim, disebut hampir sama seperti nabi, yakni pembawa kabar berita. Bedanya, kalau nabi kabar beritanya langsung dari Tuhan, kalau jurnalis kabar beritanya dari manusia dan peristiwa yang ada. Tapi yang jelas, keduanya, nabi dan jurnalis sama-sama mengemban tugas menyampaikan berita kebenaran, untuk kemaslahatan umat.
Mari kita memperbaiki niat, karena agama mengajarkan, perbuatan itu dinilai tergantung dari niatnya. Semoga Ramadan ini bisa menjadi ajang memperbaiki niat dan diri kita, yang kemudian berbekas seterusnya. Wallahu a'lam. (***)
Makassar, 10 Juli 2015
Post a Comment