Foto Pra Wedding Saifullah & Andi Nina-Semoga Samawa- |
Saya menulis surat ini, sebagai rasa bersalah saya, sebagai sahabat yang tidak sempat hadir pada hari bersejarah sahabat saya, Saifullah dan Andi Nina Luthfianti, 6 Juni 2015, di Makassar.
Saya dirundung dilema. Jika saya menghadiri walimahnya, maka saya akan lari dari tanggungjawab. Sebab saya juga ikut bertanggungjawab dalam suksesnya pelaksanaan event akbar bertajuk Pekan Raya Palopo 2015n 6-13 Juni 2015, di Stadion Lagaligo Palopo. Sebagai orang yang sudah saya anggap saudara, saya juga ingin sekali menyaksikan hari bersejarahnya, yang mulai membuka pintu baru dalam hidupnya.
Saya memilih untuk tidak hadiri pestanya, karena saya lebih memilih untuk menjalankan amanah yang telah diberikan. Saya tidak mau meninggalkan tanggungjawab saya.
Melalui tulisan ini, saya hanya ingin mengingatkan beberapa hal. Bukan mengajar. Meski saya lebih dulu mengarungi bahteran rumah tangga, namun saya tidak berani mengajar. Sebab saya juga belum sukses membina rumah tangga. Saya hanya ingin memberikan renungan.
Ketika seorang laki-laki mengucap ijab qabul di depan penghulu, orangtua/wali perempuan, serta saksi, maka saat itulah, kita ibarat membuka dan memasuki pintu kapal bernama rumah tangga.
Kapal tersebut akan berlabuh menuju pantai idaman. Pulau yang diimpikan kedua mempelai. Untuk sampai ke sana, butuh nakhoda handal, dan crew yang kompak. Sebab dalam luasnya samudra, pasti banyak ombak yang menerjang. Juga banyak angin. Gemuruh dan hantu laut juga terkadang membuat gaduh. Bisikan orang-orang sekitar juga bisa membuat sang kapten belok dari tujuan.
Bukan hanya itu, tidak saling percaya dan memahami antara nakhoda, crew, dan penumpang, menjadi sumber perpecahan, yang pada akhirnya membuat perahu terombang-ambil di luatan lepas, dan sampai kehilangan kendali. Jika tidak segera diselamatkan, maka bahtera rumah tangga bisa hancur dan tenggelam.
Jika terbangun saling percaya, saling mencintai, memahami antar sesama yang ada dalam kapal itu, maka perjalanan rumah tangga itu akan cepat sampai pada pulau impian. Meski badai ombak besar sekalipun, akan mampu dilewati dengan optimisme dan persatuan penumpang, crew, dan kapten kapal. Percaya kepada kemampuan kapten, tanpa menghiraukan peringatan dan nasehat dari yang lain, akan mampu melewati semua tantangan yang datang.
Begitulah secuil gambaran tentang bahtera rumah tangga. Banyak sekali tantangan dalam membina rumah tangga. Hanya ada beberapa senjata yang paling sakti yang bisa dipakai melawan serangan tersebut, yakni saling percaya kepada pasangan, saling memahami, saling memotivasi. Cinta yang menggebu-gebu saat belum menikah, akan pudar dan bahkan hilang jika kata 'saling' tidak dipelihara. Utamanya saling percaya dan memahami kebutuhan dan keinginan pasangan. Saling berarti tidak egoisme.
Pernikahan juga bukanlah sebatas penyatuan antara dua orang, tapi penyatuan dua keluarga. Jika penyatuan ini disadari, maka akan sangat sulit untuk berpisah atau cerai. (***)
Palopo, 4 Juni 2015
Post a Comment