Jokowi-JK/int |
Presiden ke-7 Republik Indonesia (RI), Joko Widodo (Jokowi), menurut saya termasuk presiden paling hebat dibanding pendahulunya. Betapa tidak, meski kebijakannya banyak dinilai 'bermasalah', namun mahasiswa tetap saja diam dan aksinya masih tetap pada batas wajar.
Coba kita lihat, saat SBY setiap kali menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, mahasiswa bergerak. Terjadi kekacauan dimana-mana. Aksi anarkis terjadi. Istana negara dikepung. Begitupun juga dengan presiden lainnya.
Namun bagi presiden Jokowi, saat menaikkan harga BBM subsidi, aksi mahasiswa tanpak wajar-wajar saja. Tidak ada yang istimewa dari aksi mereka. Memang semua daerah bergerak, tapi tidak sehebat aksi penentangan kebijakan presiden sebelumnya.
Penolakan kenaikan harga BBM yang kedua, Presiden Jokowi sudah mampu membungkam mahasiswa. Meski terkesan diam-diam, tak seheboh pemberitaan media dibanding sebelumnya, mahasiswa belum juga tergerak. Tidak aksi unjuk rasa penentangan kenaikan harga BBM.
Kita juga lirik ke belakang di masa Presiden Soeharto. Saat nilai tukar rupiah anjlok sampai Rp13.000, mahasiswa bergerak. Terjadilah reformasi. Soeharto tumbang. Lalu digantikan wakilnya saat itu, BJ Habibie.
Namun ini berbeda saat ini, meski rupiah sudah diatas Rp13.000, namun suasana dalam negeri tetap kondusif. Tidak gerakan nyata. Entah kalau gerakannya diam-diam. Tapi yang jelas, rupiah kita anjlok luar biasa atas dolar Amerika.
Itulah secuil dari kehebatan sosok Jokowi. Masih banyak kebijakan yang dinilai tidak berpihak kepada rakyat kecil, di samping juga banyak kebijakannya yang menyentuh langsung rakyat kecil.
Tidak adanya gerakan mahasiswa ini, menurut saya disebabkan karena pengelolaan issu yang sangat baik dan rapih. Orang-orang yang ada di sekeliling Jokowi mampu mengelola issu dengan sangat baik. Sehingga kebijakan yang diambil tersebut seolah-olah tidak ada masalah.
Komunikasi massanya cukup bagus. Kemungkinan juga karena tampangnya yang terlihat sederhana, merakyat, dan tanpa dosa, sehingga banyak orang yang simpatik dan tidak percaya dengan kebijakan yang banyak merugikan rakyat. Wallahu a'lam. (***)
Makassar, 30 Maret 2015
Post a Comment